KLIKTREND.com – Calon Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto hingga saat ini masih mengklaim dirinya sebagai pemenang dalam Pilpres 2019. Prabowo ngotot dirinya memenangi Pilpres 2019 dan tiga kali mendeklarasikan kemenangan.
Terkait hal ini, pakar psikologi politik UI, Hamdi Muluk mengatakan Prabowo Subianto berpotensi mengalami gangguan kejiwaan.
Hamdi Muluk menjelaskan gangguan kejiwaan semacam itu disebut delusi. “Delusi itu, orang yang sulit menerima realita. Kecuali realita itu cocok dengan apa yang dia khayalkan,” kata Hamdi dikutip Medcom.id, Jumat, 19 April 2019.
Trending: Sekjen PSI: Mestinya Prabowo Belajar ke Grace Natalie
Klaim Kemenangan Prabowo
Terkait perolehan sementara pilpres 2019, Prabowo tidak percaya dengan hasil quick count lembaga survei yang menunjukkan Joko Widodo-Ma’ruf Amin lebih unggul.
Prabowo tetap yakin dirinya menang sesuai hasil penghitungan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno.
Kecenderungan delusi muncul karena Prabowo tak mau menerima kenyataan. Ia mengklaim meraup 77,94 persen suara berdasarkan real count BPN hingga pukul 22.00 WIB malam, Kamis, 18 April 2019. Kenyataannya, lembaga survei kredibel jelas menunjukkan kemenangan Jokowi-Ma’ruf.
[wonderplugin_video iframe=”https://www.youtube.com/watch?v=kK2MzsmemX0″ videowidth=600 videoheight=400 keepaspectratio=1 videocss=”position:relative;display:block;background-color:#000;overflow:hidden;max-width:100%;margin:0 auto;” playbutton=”https://kliktrend.com/wp-content/plugins/wonderplugin-video-embed/engine/playvideo-64-64-0.png”]
Trending: Tak Hadir Bersama Prabowo, Sandiaga Uno Salat Jumat Bareng Anak Lelakinya
“Nah, masalahnya, Bapak ini kan ngotot. Dia bilang data yang benar adalah real count-nya dia,” ujar dia.
BPN, terang Hamdi, seharusnya terbuka dan berani membandingkan hasil real count BPN dengan lembaga survei lainnya. Validitas real count BPN wajar dipertanyakan bila tak pernah ditunjukkan kepada publik. Keterbukaan BPN sebenarnya bisa menunjukkan kubu Prabowo menjalankan demokrasi yang benar.
“Kalau Anda bilang menang, tapi tidak ada basis konsesus validation-nya itu namanya konyol. Dan Anda yakini itu sebagai kebenaran dan Anda hidup di dalamnya. Itu disebut delusi. Kalau delusi itu menetap, itu ciri gangguan kejiwaan,” tekan Hamdi.
Trending: Tarik Kadernya dari BPN Prabowo – Sandiaga, Begini Isi Instruksi SBY
Penyakit 5 Tahunan
Di sisi lain, Hamdi juga menilai gangguan delusi politik Prabowo merupakan penyakit lima tahunan. Deklarasi kemenangan serupa juga pernah dilakukan pada 2014. Prabowo mendeklarasikan kemenangan dan melakukan sujud syukur.
“Karena ini siklus lima tahun, belum tentu masalah kepribadian yang sudah menetap dan sebagai gangguan jiwa delusional itu. Tapi paling tidak, menurut pandangan saya ini bisa kita sebut delusi politik Prabowo,” ucap dia.
Hamdi menjelaskan yang harus dikhawatirkan dan disoroti dari delusi politik Prabowo ialah penularan gangguan delusi kepada masayrakat dan pendukung. Ia mengatakan jika delusi hanya terjadi pada satu orang tidak masalah. Namun, akan menjadi masalah besar bagi negeri ini ketika banyak orang terjangkit delusi.
“Menurut Saya, kalau dia delusi secara pribadi ini enggak terlalu masalah. Tapi ini, menjangkiti banyak orang dan pengikutnya, kemudian membuat penyakit ini menjadi penyakit kolektif,” ujar dia.
Trending: Mengaku Pilih Prabowo-Sandi, Ayu Ting Ting Ajak Masyarakat Jangan Golput
Hamdi menjelaskan dalam ilmu psikologi, ada yang disebut narsisme kolektif. Gangguan delusi bersifat narsisme kolektif bisa membahayakan negara.
Dalam psikologi, massa yang mengalami ganguan delusi dan sifatnya berjemaah akan membuka kemungkinan melakukan aksi berjamaah. Aksi tersebut juga membuka kemungkinan merusak (destruktif) dan anarkis.
“Ini bisa dipakai sebagai delegitimasi terhadap KPU. Dari KPU menjalar ke delegitimasi terhadap pemerintahan. Kalau ini terdelegitimasi semua, ada alasan untuk mengambil alih,” beber dia.*
( Medcom )