Kliktrend.com – Yahya Waloni akhirnya dituntut 7 bulan penjara dengan denda Rp50 juta atas kasus penistaan agama yang dilakukannya beberapa waktu lalu.
Menanggapi hal tersebut, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengaku sangat menyesalkan tuntutan itu karena dinilai tidak adil.
Baca Juga: Diperiksa Polisi, Putri Bambang Pamungkas Benarkan Ayahnya Menelantarkan Anak
PSI membandingkan kasus Yahya Waloni dengan mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang terjerat kasus serupa.
Tuntutan JPU kepada Yahya Waloni Dinilai Tidak Adil
PSI berpandangan tuntutan JPU kepada Ustaz Yahya Waloni 7 bulan sangat tidak mencerminkan rasa keadilan.
Selain itu, PSI juga mengklaim bahwa tuntutan JPU yidak pula memberikan efek jera terhadap pelaku-pelaku intoleransi.
“Dibandingkan dengan kerusakan yang dihasilkan dari berita bohong dan ujaran kebencian yang tersebar, tuntutan tersebut sangat rendah. Harusnya Hukum seberat-beratnya!” jelas Juru Bicara PSI, Ariyo Bimmo pada Senin (3/1/2022).
Baca Juga: Masa Lalu Disorot, Ayu Aulia Pernah Jadi Simpanan Lima Orang Pejabat
PSI berpandangan tuntutan jaksa ke Ustaz Yahya Waloni itu inkonsisten dan diskriminatif bila dibandingkan perkara sejenis yang menarik perhatian publik, yaitu kasus Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama.
“Yang paling kontras adalah dengan tuntutan terhadap Ahok. Dengan mens rea yang gagal dibuktikan, Ahok dituntut hukuman lebih tinggi daripada Yahya Waloni. Bahkan divonis lebih berat oleh hakim,” ujar Bimmo.
Alasan Meringankan Tuntutan Yahya Waloni
Menurutnya, niat jahat atau mens rea dari Ustaz Yahya Waloni ketika menista agama dan ujaran kebencian lebih nyata dan mudah dibuktikan dibandingkan dengan kasus Ahok.
Soal alasan jaksa memperingan tuntutan ke Ustaz Yahya Waloni karena menyatakan penyesalan dan permintaan maaf kepada umat Nasrani, PSI pun membandingkan pula dulu Ahok juga minta maaf.
Baca Juga: Diinjak Gajah yang Masuk Kebun Warga, Seorang Kepala Dusun di Jambi Meninggal
PSI mengkritik hal itu tidak mencerminkan keadilan dan perlakuan yang sama di depan hukum.
“Ahok juga minta maaf, bahkan sebelum kasusnya masuk ke pengadilan. Nah ini (Yahya Waloni), minta maaf setelah tahu kasusnya jalan terus di pengadilan,” ujar Bimmo.
Ada Indikasi Kasus Ditangani Berbeda
Perbandingan ini sekadar mengilustrasikan betapa kasus yang melibatkan unsur pidana yang sejenis diperlakukan secara berbeda.
Bimmo menjelaskan selama pasal penodaan agama belum dicabut, maka penerapannya harus sangat berhati-hati dan sebisa mungkin melindungi korban minoritas.
Baca Juga: Kabar Duka, Penyanyi Senior Nindy Ellesse Laoh Meninggal Dunia
“Pengadilan jangan sampai ikut main mata dengan intoleransi. Semoga hakim dapat bertindak adil dan memberikan hukuman yang pantas sesuai dengan kerusakan pemikiran dan kebencian yang telah terlanjur tersebar ke ribuan bahkan mungkin jutaan pemirsanya,” ujarnya.
Bimmo mengatakan konten yang harus dihapus bukan cuma konten yang tersebar di dunia maya, tetapi pemikiran dan watak intoleran yang terlanjur tertanam.*