KLIKTREND.com – Salah satu hasil pembahasan Bahtsul Masail Maudluiyah Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU) memutuskan tidak menggunakan kata kafir.
Terkait usulan tersebut, calon wakil presiden nomor urut 1, Ma’ruf Amin pun angkat bicara. Ma’ruf mengatakan, rekomendasi tersebut dikeluarkan untuk menjaga keutuhan bangsa.
“Ya ini supaya kita menjaga keutuhan. Sehingga tidak menggunakan kata-kata yang seperti menjauhkan, diskriminasi,” ujar Ma’ruf pada Sabtu, 2 Maret 2019.
Ma’ruf mengakui bahwa dirinya tidak mengikuti langsung Bahtsul Masail tersebut. Hal ini karena dia sedang melakukan safari politik ke beberapa daerah di Jawa Barat untuk menyerap aspirasi masyarakat.
“Saya sendiri tidak ikut sidangnya karena terus muter-muter,” ujar Ma’ruf.
Trending: Terkait Pengakuan Lucinta Luna, Hotman Paris: Heboh, Aku Mau Pingsan
Untuk Menjaga Keutuhan Bangsa
Ma’ruf Amin mengatakan, ketika para ulama telah sepakat untuk tidak menggunakan istilah kafir bagi non muslim di Indonesia berarti hal itu memang diperlukan untuk menjaga keutuhan bangsa.
“Kalau itu sudah disepakati ulama berarti ada hal yang diperlukan pada saat tertentu untuk menjaga keutuhan bangsa, istilah-istilah yang bisa menimbulkan ketidaknyamanan itu untuk dihindari,” kata Ketua Umum MUI ini.
Sebelumnya, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj menyebutkan beberapa hasil Bahtsul Masail yang dinilai penting untuk diketahui masyarakat, terutama bagi warga Nahdliyin. Pertama, perihal istilah kafir.
[wonderplugin_video iframe=”https://www.youtube.com/watch?v=sw5ww09WzRs” videowidth=600 videoheight=400 keepaspectratio=1 videocss=”position:relative;display:block;background-color:#000;overflow:hidden;max-width:100%;margin:0 auto;” playbutton=”https://kliktrend.com/wp-content/plugins/wonderplugin-video-embed/engine/playvideo-64-64-0.png”]
Trending: Kunjungan ke Cirebon, Sandiaga Disambut Teriakan Nama Jokowi
Said mengatakan, berdasarkan hasil Bahtsul Matsail istilah kafir tak dikenal dalam sistem kewarganegaraan pada suatu negara bangsa. Sebab itu, tak ada istilah kafir bagi warga negara non-Muslim. Dan sebab itu pula, setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di mata konstitusi.
“Istilah kafir berlaku ketika Nabi Muhammad di Makkah untuk menyebut orang-orang penyembah berhala yang tidak memiliki kitab suci, yang tidak memiliki agama yang benar. Tapi, setelah Nabi Muhammad hijrah ke Kota Madinah, tak ada istilah kafir untuk warga negara Madinah yang nonmuslim,” ujar Said pada Jumat, 1 Maret 2019.*
( Tempo )