Tanggapan Dirjen Dukcapil Soal Viralnya Ibu Asal Surabaya yang Urus Surat Kematian Anak ke Kemendagri

Terkait kejadian tersebut, Direktur Jenderal (Dirjen) Dukcapil, Zudan Arif Fakrulloh, mengaku bersedih.

Kolase Foto/Ist

Kliktrend.com – Kisah ibu asal Surabaya yang viral lantaran mengurus surat kematian anak ke kementerian dalam Negeri mengundang tanggapan Dirjen Dukcapil.

Menanggapi persoalan itu, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) angkat bicara.

Atas kejadian tersebut, Direktur Jenderal (Dirjen) Dukcapil, Zudan Arif Fakrulloh, mengaku bersedih.

“Saya berduka karena ada masyarakat yang dipimpong dan misinformasi sehingga si ibu mengurus hingga Jakarta,” ungkap Zudan dikutip dari laman kemendagri.go.id, Selasa (27/10/2020).

Baca jugaBetrand Peto Puji Anneth Delliecia, Begini Reaksi Ruben Onsu

Tanggapan Dirjen Dukcapil

Menurut Zudan, kasus tersebut membuat birokrasi yang ada terkesan buruk.

Ia juga menilai kasus ini berdampak pada seluruh Dinas Dukcapil di seluruh kabupaten/kota di Indonesia.

“Terkesan birokrasi buruk sekali. Dukcapil sedang dihukum masyarakat. Gara-gara satu kasus saja, 514 Dinas Dukcapil Kab/Kota terkena dampaknya,” ucap Zudan.

Zudan menegaskan, kasus Yaidah sudah selesai pada 23 September 2020.

“Beritanya baru digoreng sekarang. Hal seperti ini berawal dari misinformasi dan handling yang tidak tepat,” ungkapnya.

Zudan pun menyebut tak pernah bosan mengingatkan Dukcapil harus selalu berbenah.

Dirinya meminta apabila petugas tidak mengetahui persoalan, katakan tidak tahu.

Ia meminta agar petugas menggunakan bahasa yang baik dan sopan. Kemudian menanyakan solusinya kepada atasan.

Bila atasan langsung tidak paham, agar berkonsultasi ke Dinas Dukcapil Kota/Kabupaten setempat.

“Mengurus akta kematian cukup di kelurahan. Bila tidak selesai, pihak kelurahan mesti proaktif.”

“Jangan dibiarkan masyarakat bergerak sendiri. Dukcapil yang harus mampu memberikan solusi,” ungkapnya.

Yaidah Surabaya
Foto/TribunNews

Baca jugaTerharu, Kakak Adik Ini Ceritakan Pengalaman Hidupnya Tanpa Orangtua

Cerita Lengkap Yaidah

Sementara itu kisah Yaidah warga Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsantri, Surabaya menjadi perbincangan.

Dirinya mengisahkan pengalaman mengurus akta kematian anaknya. Bahkan hingga harus mengurus ke Jakarta.

Dilansir dari TribunJatim.com, cerita bermula dari anak Yaidah yang meninggal pada Juli 2020 lalu.

Kemudian pada awal Agustus, Yaidah sudah mengurus akta kematian anaknya di kelurahan setempat.

Namun, tidak ada kabar dalam sebulan.

“Kok sampai pertengahan September juga belum jadi, bingung lah saya,” kata Yaidah, saat dihubungi TribunJatim.com, Sabtu (24/10/2020).

Padahal Yaidah mengatakan ia segera membutuhkan akta kematian itu segera untuk klaim asuransi yang diberi deadline 60 hari.

Lantaran belum mendapat kepastian, 21 September kemudian dia mencoba untuk langsung bertanya ke pelayanan di Dinas Dukcapil Kota Surabaya.

Lantaran situasi pandemi Covid-19, petugas menyampaikan pelayanan tatap muka sementara ditiadakan.

Petugas awalnya menyuruh Yaidah untuk kembali mengurus di Kelurahan.

“Tak bilang gini, kalau di kelurahan bisa, saya gak mungkin ke sini,” kata Yaidah menirukan kembali ucapannya kepada petugas saat itu.

Yaidah kemudian diperkenankan masuk langsung.

Sesampainya di sana, petugas yang berjaga sempat mengarahkan Yaidah untuk kembali ke lantai dasar, tempat pelayanan, dan sempat terjadi perdebatan.

Namun akhirnya, berkas yang dibawa oleh Yaidah diterima petugas. Setelah menunggu, akhirnya petugas yang membawa berkas pun datang menemui Yaidah.

Sayangnya, dia menyampaikan jika akta kematian anak Yaidah tidak bisa diakses.

“Loh kaget, kenapa? Nama anak ibu ada tanda petiknya, tanda petik ini harus menunggu konsul dari Kemendagri di pusat,” cerita Yaidah.

Selepas itu, dia berpikir bagaimana agar pengurusan itu cepat. Dia memikirkan bagaimana lamanya jika harus menunggu hasil dari pusat itu.

Hingga akhirnya dia nekat memutuskan untuk ke Jakarta langsung. Namun sesampainya di Ibu Kota, jalan Yaidah masih menemui kendala.

Ternyata bukan di Kemendagri sebagaimana disebut petugas. Padahal dia sudah sampai di kantor tersebut.

Oleh petugas di sana, dia diarahkan ke Kantor Direktorat Kependudukan dan Pencatatan sipil di Jakarta Selatan.

Kadung sampai di Jakarta, akhirnya dia pun kembali naik ojek ke Jakarta Selatan.

“Saya sendirian, waktu itu Jakarta PSBB,” kata dia.

Sesampainya di sana, petugas kaget lantaran ternyata Yaidah merupakan warga Surabaya. Kemudian oleh petugas, Yaidah diminta untuk menunggu.

Beruntungnya, saat itu dia bertemu petugas yang kebetulan merupakan orang Sidoarjo Jawa Timur. Akhirnya, Yaidah curhat kepada petugas tersebut.

Dengan dibantu petugas itu, akhirnya akta kematian anak Yaidah berhasil didapat dari petugas Dispendukcapil Surabaya.

Dia berharap apa yang terjadi padanya ini, tak terjadi pada orang lain.

“Tidak terulang lagi, dan ada perbaikan,” harapnya.

Sementara itu, Dispendukcapil memberikan klarifikasi terkait ramainya kisah Yaidah itu. Pemkot meminta maaf dan menyebut hal itu lantaran miskomunikasi.

Kepala Dispendukcapil Surabaya, Agus Imam Sonhaji mengatakan, saat Yaidah ke Siola saat itu memang pelayanan tatap muka sementara ditiadakan.

“Kebanyakan mereka bekerja dari rumah,” kata Agus.

Yaidah disana mendapat informasi dari petugas yang kurang tepat.

Sebab, petugas itu tidak memiliki kapabilitas dalam menyelesaikan permasalahan Adminduk (Administrasi Kependudukan).

Alhasil, Yaidah salah menangkap pemahaman dan mengharuskan ke Kemendagri untuk menyelesaikan akta kematian anaknya itu.

“Sebenarnya proses input nama yang bertanda petik ke SIAK dapat diselesaikan oleh Dispendukcapil. Progres itu juga dapat di-tracking melalui pengaduan beberapa kanal resmi Dispendukcapil,” terang Agus.

“Kita tetap menyampaikan permohonan maaf kepada Bu Yaidah atas miskomunikasi ini, kami minta maaf. Ini juga sebagai evaluasi catatan bagi kami agar ke depan lebih maksimal dalam melayani,” ucap Agus.*

Exit mobile version