Kliktrend.com – Di tengah semakin banyaknya koerban yang terpapar virus Corona, Kemnterian Kesehatan (Kemenkes) mengungkap fakta baru tentang virus SARS-CoV-2.
Kemenkes mengatakan bahwa bahwa beberapa studi menyatakan mutasi virus SARS-CoV-2 varian B117 memiliki kemampuan penularan yang tinggi.
Namun, meskipun kemampuan penularannya tinggi, varian virus asal Inggris itu diklaim tidak mengakibatkan kondisi buruk pada pasien.
“Orang yang terinfeksi varian ini tentunya dapat menularkan katanya dalam jumlah yang besar. Tapi kecepatan penularan mutasi ini tidak menyebabkan kondisi pasien menjadi berat,” kata Sekretaris Jenderal Kemenkes Oscar Primadi dalam acara ‘Sehat Wicara’ dikutip dari cnnindonesia.com, Jumat (5/3/2021).
Baca juga: Ngobrol Bareng Gus Miftah, Celine Evangelista Curhat sebagai Penyintas Covid-19
Kemenkes Minta Tak Perlu Khawatir
Sekretaris Jenderal Kemenkes Oscar Primadi meminta agar seluruh masyarakat tidak perlu lagi khawatir berlebihan terhadap eksistensi varian Virus Corona itu.
Namun demikian, ia tetap meminta masyarakat untuk tak lengah dalam menerapkan protokol kesehatan Covid-19.
Oscar juga berharap besar bahwa mutasi virus SARS-CoV-2 varian B117 ini tidak mempengaruhi efektivitas kerja vaksin yang ada saat ini.
“Saya harap sampai saat ini memang belum ada pengaruh efektivitas kerjanya vaksin terhadap virus ini. Hal-hal kekhawatiran yang berlebihan membuat resah kita semua,” jelasnya.
Lebih lanjut, Oscar juga menjelaskan pemerintah akan terus berupaya dalam mengembangkan penelitian dan riset serta menjalin kerja sama dengan berbagai lembaga nasional maupun internasional dengan metode Whole Genome Sequence (WGS).
“Kami tentunya terus berupaya mengembangkan penelitian, riset, bersama-sama dengan badan Litbangkes, riset nasional, dan juga berkomunikasi dengan badan-badan kesehatan dunia sesama negara ASEAN,” pungkas Oscar.
Senada, Ketua Pokja Genetik Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Gunadi menyebut riset pada bulan Desember 2020 menyatakan tak ada kaitan antara varian virus asal Inggris ini dengan derajat keparahan pasien Covid-19.
“Riset terbaru menunjukkan bahwa varian ini meningkatkan risiko derajat berat pasien. Namun, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengonfirmasi,” kata dia, dalam keterangannya, Kamis (4/3).
Ia pun menepis isu yang menyebut bahwa varian baru tersebut kebal dari vaksin. Berdasarkan data riset, kata dia, varian ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap efikasi vaksin.
“Data riset menunjukkan bahwa varian ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap efikasi vaksin yang sudah beredar, Pfizer, Moderna, AstraZeneca, maupun Sinovac,” urainya.
Terpisah, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengklaim bahwa virus Corona B117 UK belum ditemukan di wilayahnya.
“Sampai saat ini belum ditemukan mutasi B117 UK di Jatim. Masyarakat diharapkan tetap tenang dan tetap disiplin terapkan protokol kesehatan” kata Khofifah, Kamis (4/3)
Menurut para ahli, kata dia, virus hasil mutasi tersebut bisa dideteksi oleh alat PCR yang saat ini dimiliki oleh laboratorium di Indonesia dan di Jatim.
Selain itu, mutasi virus B117 juga tidak mengurangi efektifitas vaksin, sehingga tidak mengganggu program vaksinasi yang tengah berjalan di Jatim.
“Virus ini tetap bisa dideteksi dengan alat PCR yang saat ini sudah ada, juga tidak mengurangi efektifitas vaksin,” ucapnya.
Meski begitu, ia juga meminta masyarakat Jatim untuk meningkatkan kewaspadaan, karena mutasi corona jenis baru ini terbukti 70 persen lebih menular dari virus yang ada sekarang.
“Masyarakat harus lebih waspada karena mutasi virus ini terbukti lebih menular 70 persen di banding yang saat ini beredar,” ujar Mantan Menteri Sosial RI ini.
Baca juga: Sambil Menangis, Ashanty Ceritakan Pengalaman Saat Terpapar Covid-19
Lonjakan Kasus Akibat B117
Epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan tren kasus positif bisa saja mengalami lonjakan akibat peningkatan pasca-temuan varian baru Corona B117 di Indonesia.
Pandu juga menilai, penurunan kasus positif selama beberapa hari terakhir bisa jadi disebabkan oleh angka testing yang menurun.
Kita lihat dulu testing-nya meningkat enggak? Kalau testing-nya menurun ya enggak bisa dibantah kasusnya menurun karena testing yang juga turun,” kata Pandu, Jumat (5/3).
“Salah satu yang kita khawatirkan adalah virus yang sudah bermutasi dan yang baru diidentifikasi jenis virus B117. Semua ahli virus sepakat B117 ini lebih meningkatkan penularan,” sambungnya.
Seperti diketahui, temuan kasus positif mengalami penurunan dalam beberapa hari terakhir. Data Satgas Covid-19 sejak akhir Februari menunjukkan temuan kasus positif berada di bawah angka 10 ribu kasus seharinya.
Pada 26 Februari kasus 8.232, 27 Februari kasus positif sebanyak 6.208, 28 Februari 5.560, lalu pada 1 Maret 6.680, 2 Maret 5.712, 3 Maret 6.808, dan 4 Maret 7.264 kasus.
Bersamaan dengan penurunan angka temuan kasus positif, jumlah orang yang dites Covid-19 juga mengalami penurunan. Dalam sepekan itu, pemeriksaan hanya sebanyak 187.628 orang, rata-rata dalam sehari hanya ada pemeriksaan ke orang 26.804.
“Jadi tren penurunan ini biasanya karena testing, karena terlambat melaporkan, ada gap antara data pusat-daerah jadi enggak mudah menginterpretasi data,” kata Pandu.
Sementara itu, Pandu juga mengkhawatirkan temuan B117 yang disebut-sebut 50 persen lebih menularkan dari pada jenis Covid-19 yang lama. Jika terjadi transmisi (penularan) B117 di Indonesia, maka lonjakan kasus tidak bisa dihindari.
“B117 itu sudah mendominasi populasi virus di dunia, kita-kira 50 persen virus corona sudah didominasi B117,” ucapnya.
Meski demikian, Pandu menilai upaya memutus rantai penularan dengan tes, telusur, dan tindak lanjut (3T) yang lebih kuat dapat mengendalikan pandemi Covid-19. Masyarakat juga diimbau untuk kembali disiplin menegakkan protokol kesehatan.
Diketahui, mutasi virus yang diketahui pertama kali ditemukan di Inggris itu kini telah menyebar di lebih dari 33 negara. Virus SARS-CoV-2 B117 dinilai lebih cepat menyebar.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono, pada Selasa (2/3), mengaku temuan itu baru dilaporkan Senin (1/3) malam lalu yang merupakan sampel dari dua pekerja migran Indonesia (PMI) dari Arab Saudi.