Kementerian Komunikasi dan Informatika berkomitmen untuk melibatkan pemangku kepentingan dalam mewujudkan ekosistem tata kelola internet yang berkelanjutan dan inklusif. Menkominfo Johnny G Plate menyatakan selalu mempertimbangkan aspirasi, bahkan mencari keterlibatan pemangku kepentingan nasional dan internasional dalam menjalankan kebijakan di Indonesia.
“Sebagai bagian dari ekosistem Tata Kelola Internet, Kominfo selalu mempertimbangkan aspirasi, bahkan mencari keterlibatan pemangku kepentingan lainnya dalam menjalankan kebijakannya,” tegasnya dalam Pembukaan Forum Tata Kelola Internet Asia Tenggara (SEA IGF) 2021 secara virtual dari Jakarta, Rabu (01/09/2021).
Menurut Menteri Johnny, Pemerintah Indonesia juga ikut telibat secara aktif dalam berbagai forum internasional. Misalnya pada forum International Telecommunication Union (ITU) World Ministerial Roundtable tahun 2019, pertemuan World Economic Forum (WEF) 2020, Pertemuan World Economic Forum (WEF) 2020, dan ASEAN Digital Ministers’ Meeting Januari 2021.
“Kami menyambut baik berbagai pemangku kepentingan dalam pengambilan kebijakan, baik melalui konsultasi publik, diskusi publik, maupun komunikasi publik, termasuk dalam platform internasional,” ungkapnya.
Menkominfo menyatakan Indonesia terbuka untuk berkolaborasi untuk perlindungan data internasional dan arus data lintas negara demi membentuk ekosistem digital yang aman dan produktif. Dalam forum International Telecommunication Union (ITU) World Ministerial Roundtable tahun 2019. Pemerintah Indonesia melibatkan pihak swasta melalui Public Private Partnership dalam penyediaan infrastruktur digital Indonesia.
“Kerja sama ini juga mencakup skema pembiayaan yang salah satunya tercermin dalam penggelaran Proyek Palapa Ring (fiber optic deployment) untuk menyediakan koneksi internet di seluruh tanah air,” paparnya.
Kemudian, pada pertemuan World Economic Forum (WEF) 2020 yang, Menteri Johnny menyatakan, Pemerintah Indonesia memberikan perhatian khusus pada tiga megatren transformasi, yaitu transformasi fisik, transformasi biologis, dan transformasi digital.
“Dengan catatan ini, transformasi digital harus diwujudkan melalui pengembangan infrastruktur digital dan talenta digital, serta perumusan kebijakan yang mendukung,” jelasnya.
Menkominfo menyampaikan, dalam forum itu Indonesia terbuka untuk berkolaborasi membahas pelindungan data internasional dan arus data lintas negara demi menciptakan ekosistem digital yang aman dan produktif.
“Dalam Kepresidenan G20 mendatang, Indonesia akan melanjutkan pembahasan topik ini sebagai salah satu isu prioritas. Selain itu, Indonesia juga mengusulkan empat prinsip untuk diadopsi dalam cross-border data flow seperti: lawfulness, fairness, transparency, serta reciprocity,” jelasnya.
Menteri Johnny menilai, melalui pemahaman dan prinsip bersama yang dibahas pada penyelenggaraan SEA IGF, para pemangku kepentingan akan mendapat manfaat dari ekosistem digital yang aman dan produktif.
“Kami menyambut berbagai pemangku kepentingan dalam pembuatan kebijakan, melalui konsultasi publik, diskusi publik, serta komunikasi publik, termasuk dalam platform internasional. Untuk menghadapi berbagai tantangan akibat kehadiran internet, maka strateginya dapat diatasi dengan literasi digital guna memberikan keterampilan berinternet baik di tingkat dasar maupun tingkat lanjut,” tandasnya.
Digitalisasi
Kementerian Kominfo melaksanakan percepatan pembangunan infrastruktur internet di seluruh Indonesia yang terdiri dari penggelaran kabel bawah laut, tower base transceiver station (BTS), satelit. Bahkan, operasi komersial layanan telekomunikasi 5G di beberapa kota di Indonesia juga telah digulirkan.
“Pemerintah telah menunjukkan komitmen mereka untuk menyediakan akses internet yang terjangkau untuk semua,” ungkap Menkominfo.
Mengutip laporan Alliance for Affordable Internet pada tahun 2020, Menteri Johnny memaparkan internet terjangkau telah tersedia di 8 dari 11 negara di kawasan Asia Tenggara.
“Indonesia, Malaysia, dan Thailand bahkan menduduki peringkat 15 besar negara di dunia dengan kebijakan dan kerangka regulasi yang progresif untuk membuat akses internet broadband lebih terjangkau, mudah diakses, dan universal,” jelasnya.
Selain itu, Pemerintah Indonesia juga mengembangkan talenta digital dan upaya penanganan konten negatif serta investigasi insiden pelanggaran data.
“Ada juga pengembangan talenta digital Indonesia melalui literasi digital dasar, keterampilan digital menengah, dan keterampilan digital lanjutan. Serta manajemen konten negatif yang mencakup debunking dan take down konten serta investigasi insiden data breach,” jelas Menteri Johnny.
Acara pembukaan SEA-IGF dihadiri secara virtual Gubernur Provinsi Bali, I Wayan Koster; Kepala Sekretariat Forum Tata Kelola Internet Perserikatan Bangsa-Bangsa, Chengetai Masango.
Dalam acara yang sama, Gubernur Bali Wayan Koster berharap wilayahnya dapat perlahan bangkit dan semakin maju dalam hal pemberdayaan masyarakat digital di era pandemi yang sejalan juga dengan digitalisasi.
“Terhentinya sektor pariwisata di Bali sebagai upaya menghentikan penyebaran virus memberi dampak luar biasa bagi Bali, namun transformasi digital hadir sebagai solusi untuk pemulihan ekonomi,” ujarnya.
Untuk memperkuat capaian program, Pemprov Bali pun terus mengembangkan infrastruktur internet di seluruh wilayah Bali. Wayan Koster menambahkan, transformasi digital di Bali harus dimanfaatkan sebagai infrastruktur di dalam mendukung perekonomian dan digital di daerahnya.
“Hingga kini, ada 1838 titik hotspot internet tersebar di Bali dan ini diharapkan agar penduduk Bali lebih mudah mengakses internet dan ini sebagai bagian dari kebangkitan perekonomian Bali,” papar Gubernur Wayan.
Sementara itu, UN Secretariat for the Internet Governance Forum, Chengetai Masango menyatakan tata kelola internet dan isu kebijakan digital di Asia Pasifik perlu berfokus pada dialog yang melibatkan multistakeholder dengan menyesuaikan kondisi geografi, ekonomi, dan budaya.
“Untuk itu diperlukan kerja sama antara pemangku kepentingan untuk memastikan keberlajutan penyelenggaraan SEA IGF dalam jangka Panjang. Salah satu hal yang penting untuk terus ditekankan ialah bahwa penggunaan internet, evolusi, dan tata kelola internet berpusat pada manusia (human centric) dan sejalan dengan tujuan-tujuan yang lebih besar mengenai pembangunan yang berkelanjutan,” jelasnya.
SEA-IGF berlangsung secara hibrida dan diikuti lebih dari 1.700 peserta dari 44 negara. Kegiatan tahunan itu diselenggarakan untuk memperkaya diskusi tentang peluang dan tantangan tata kelola internet.*