KLIKTREND.com – Pilpres 2019 berujung pada pengajuan gugatan dari pasangan calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ke Mahkamah Konstitusi.
Pasangan Prabowo-Sandiaga mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi lantaran tidak menerima hasil Pilpres 2019.
Padahal berdasarkan hasil hitungan KPU, pasangan calon presiden nomor urut 01 Jokowi-Ma’ruf menang dengan perolehan 55,50 persen. Berikut ini 7 gugatan Prabowo-Sandiaga terhadap hasil Pilpres 2019.
Trending: Soal Gugatan ke MK, Prabowo-Sandi Klaim Menang Pilpres 52 Persen
7 Materi Gugatan Kubu Prabowo di Sidang MK
Dalam dokumen perbaikan perselisihan hasil Pilpres 2019 yang teregistrasi dengan nomor 1/PHPU.Pres-XVII/2019, Prabowo – Sandiaga mempersoalkan beberapa masalah selama Pilpres 2019.
Perolehan suara hitungan KPU tidak sah
Kubu Prabowo menengarai ada praktik kecurangan dalam penetapan hasil rakapitulasi suara. Berdasarkan hitungan KPU, capres pasangan Joko Widodo alias Jokowi dan Ma’ruf Amin memperoleh suara 55,50 persen. Sedangkan Prabowo mendapatkan suara 44,5 persen.
Kubu Prabowo menilai, seharusnya pihak mereka menang atas Jokowi. Adapun persentase suara yang menurut penggugat benar adalah 52 persen untuk Prabowo dan 48 persen sisanya untuk pasangan Jokowi. Praktik kecurangan ini dinilai bersifat terstruktur, sistematis, dan masif karena diduga ditetapkan melalui cara-cara tidak benar.
Trending: Soal Prabowo ke Austria, Begini Tanggapan TKN Jokowi-Ma’ruf
Cawapres Ma’ruf Amin tidak mengundurkan diri dari BUMN
Kubu Prabowo mempermasalahkan posisi Ma’ruf Amin yang masih menjabat sebagai karyawan BUMN saat pencapresan berlangsung. Informasi itu tercantum dalam laman resmi BUMN Bank Mandiri yang menampilkan nama Ma’ruf Amin. Ma’ruf juga diduga masih menjabat Ketua Dewan Pengawas Syariah di Bank BNI.
Posisi Ma’ruf Amin sebagai bagian bank BUMN disinyalir diperkuat oleh pernyataannya di KPU pada 9 Agustus 2018 lalu yang menyatakan bahwa ia tak akan mengundurkan diri. Menurut penggugat, berdasarkan Pasal 227 huruf P Undang-undang Pemilu, cawapers harus mempunyai surat keterangan pengunduran diri dari karyawan atau pejabat BUMN ketika ditetapkan sebagai calon wakil presiden.
Sumbangan dana kampanye
Kubu Prabowo menyatakan ada kejanggalan dalam sumbangan dana kampanye kubu 01. Dalam laporan dana kampanye disebutkan bahwa sumbangan dari capres inkumben itu sebesar Rp 19,5 miliar dalam bentuk uang dan Rp 25 juta berbentuk barang. Merujuk data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, harta kekayaan Jokowi berupa kas dan setara kas per 12 April 2019 sebesar Rp 6,1 miliar. Dalam waktu 13 hari, harta kekayaan Jokowi berupa kas dan setara kas bertambah hingga Rp 13 miliar.
Trending: Ditemani Anaknya, Prabowo Ziarah ke Makam Pak Harto
Penggelembungan DPT
Dalam poin gugatannya, kubu Prabowo menyoalkan teknis penyelenggaraan pemilu. Kubu Prabowo menduga ada penggandaan suara sebanyak 17,5 juta pemilih dan daftar pemilih khusus sebanyak 5,7 juta. Menurut mereka jumlah DPT dan DPK tidak wajar ini mencapai 22,03 juta pemilih dan berkorelasi dengan penggelembungan suara Jokowi – Ma’ruf.
Dugaan kecurangan sistem penghitungan suara atau situng
Selanjutnya, Prabowo memperkarakan sistem penghitungan suara atau situng. Capres 02 itu menengarai terjadi intervensi dari intruder serta rekayasa sistem. Dalam naskah gugatannya, tim kuasa hukum kubu Prabowo yang diketuai Bambang Widjojanto menyertakan studi kasus kekacauan situng yang ditemukan di 3.742 tempat pemungutan suara di Jawa Timur.
Dugaan cacat C7
Tak hanya perihal situng, kubu Prabowo turut menggugat cacatnya dokumen C7. Mereka menyebut dokumen penting C7 di sejumlah daerah dihilangkan dengan cara tidak diteken. Contoh yang disertakan dalam naskah gugatan itu ialah yang berlaku di tiga TPS di Kecamatan Sidoarjo, Jawa Timur.
Penyalahgunaan birokrasi dan BUMN
Kubu Prabowo menilai Jokowi menggunakan alat negara untuk memenangkannya. Sebagai inkumben, Jokowi ditengarai dengan mudah menggunakan struktur sumber daya birokrasi dan BUMN untuk kepentingan kampanye.
Contoh dalam poin itu menyebut Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang menginstruksikan aparatur sipil negara atau ASN tidak boleh hanya netral. Namun mesti aktif menyampaikan program-program Jokowi sebagai inkumben.*
( Tempo )